Konser Suwarga Loka karya Reza G Sakti (Laporan Suara Merdeka)
SWARGA
Loka berasal dari Bahasa Sansekerta Svar (cahaya) Ga (gam atau pergi)
dan loka (tempat). Artinya perjalanan menuju tempat bercahaya. Dalam
Weda, swarga adalah dunia ketiga yang penuh sinar cahaya, yang menjadi
tempat tinggal para dewa.
Swarga, merupakan persinggahan sementara, yang dalam Bhagawad Gita
disebutkan, sebagai tempat kesenangan sementara. Sebelum mencapai
kebahagiaan sejati melalui jalan moksha, yakni bersatunya Atman (jiwa)
dengan Brahman (Sang Pencipta). Swarga Loka menjadi tingkatan pertama
dari alam swah loka, dalam strata Tri Loka.
Oleh Reza Ginandha Sakti, mahasiswa S-2 Pascasarjana program Studi
Penciptaan Seni, Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Swarga Loka dikemas
dalam sajian konser musik dan dipentaskan di objek wisata spiritual
Kahyangan, Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, belum
lama ini atau di petilasan pertapaan Panembahan Senapati, tokoh pendiri
dinasti Mataram Islam Tanah Jawa.
”Ini menjadi konser musik pertama di Kahyangan,” ujar juru kunci Mas
Ngabei (MNg) Wagino Hargo Surakso. Kreativitas Reza, mampu menyuguhkan
konser dalam warna drama musikal.
Yakni mengkolaborasikan musik dan gerak tari semacam drama liturgi
yang bertata koreografi, dan ditingkah alunan musik menarik, sehingga
terbentuklah sebuah musical play. Suara gemericik air terjun Kali
Kahyangan dan cerecet satwa kera liar di Khayangan, menyumbang titi nada
alami, yang melahirkan sajian atraktif dan ekspresif, mampu menyentuh
rasa dan emosi.
Terlebih lagi, ditingkah gerak teatrikal dengan seting alam pedesaan,
dan kirab karnaval para peraga drama musikal. Ini mirip drama musikal
di Teater ”West End” atau di ”Broadway Theatre” di London dan New York,
serta di ”Fringe Theatre Off-Broadway”, atau drama musikal di Taman
Ismail Marzuki Jakarta.
Reza mengatakan, konser musik di objek wisata spiritual Kahayangan
ini, disajikan demi melaksanakan tugas akhir program studi S-2. Drama
musikalnya, diawali kirab jalan kaki dari halaman parkir menuju Watu
Payung, dengan menerobos Sela Panangkep.
Bawah (dari kiri): Reza G Sakti, Prof.Rahayu Supanggah, Prof. Pande Made., Dr.Aton |
Lengkingan seruling membelah kesunyian alam Kahyangan. Tampilnnya
perempuan tua membersihkan gabah dengan tampah di pinggir sungai, ikut
memberikan warna khas pedesaan.
Dalam drama musikal ini diwarnai tragedi
ulah anak lelaki berperangai buruk, yang menendang tampah sehinga gabah
berhamburan berserakan. Si ibu pun menangis oleh keberingasan putranya
ini.
Dampak keberingasannya itu, si anak mendapatkan balak tak putus
dirundung petaka. Sang Ibu menjadi trenyuh dan memaafkannya, serta
membimbing putranya bertobat guna melebur sifat buruknya, demi meraih
kesucian untuk meraih anugerah kemulyaan hidup melalui jalan Swarga
Loka. Reza menyatakan, konser musiknya berdurasi 15 menit melibatkan 27
personel.
Swarga Loka, merupakan sebuah interpretasi legenda Kahyangan. Hadir
dalam sajian konser musik Swarga Loka, tiga dosen penguji, Prof Rahayu
Supanggah, Prof Pande Made Sukerta dan Dr Aton Rustandi Mulyana. Pande
mengatakan, untuk mengakhiri studinya, mahasiswa diminta menggelar
pentas di daerah asal.(Bambang Pur-68)
sumber berita :
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/musik-swarga-loka-di-kahyangan/
Comments
Post a Comment